Info,Fakta atau Gosip - Terungkap! Fakta di balik Kasus Audry. Masih hangat jadi perbincangan tentang kasus bullying yang di alami siswi Smp Pontianak Kalimantan barat. Kasus ini mencuat setelah sang korban Audrey(14) melaporkan hal tersebut kepada sang mama. Awalnya korban tidak berani melaporkan kasus ini karena telah di ancam oleh salah satu pelaku.
Banyaknya orang yang mengecam aksi pelaku membuat banyak nya petisi yang muncul untuk memberikan pelaku hukunan yang setimpal.
Usut punya usut orang tua dari salah satu pelaku adalah calon anggota legislatif,sehingga hal itu membuat para pelaku menjadi semakin beringas dengan mengancam sang korban untuk tidak mengadukan hal ini kepada siapaun.
Setelah sekian lama bungkam korban akhirnya memberanikan diri berbicara adanya kasus bullying tersebut kepada orang tuanya,Awalnya orang tua pun sempat takut akan melaporkan hal ini kepada pihak berwajib.
"saya takut suara saya tak di dengar pihak yang berwajib"ungkap ibu korban.
Akhirnya setelah cukup lama bungkam sang ibu berani melaporkan hal itu kepada pihak berwajib. Seperi dugaannya Komisi PPAD Pontianak menyarankan di selesaikan dengan damai. Banyak pihak yang menginginkan hal ini di proses kan sesuai dengan hukum yang berlaku.
Berikut Fakta baru dari kasus Audrey
1 Adanya ancaman pembunuhan kepada pelaku Membuat KPPAD kalimantan barat turun tangan.
KPPAD Kalbar mendorong agar kasus Audrey diselesaikan sesuai hukum yang berlaku agar tidak terjadi aksi pembalasan dari pihak korban.
Di sisi lain KPPAD Kalbar menegaskan pihaknya sejak awal tidak berinisiatif menyelesaikan kasus ini secara damai (tidak melewati jalur hukum).
Berawal dari keluarga tersangka penganiayaan yang mendatangi kantor KPPAD Kalimantan Barat pada Rabu (10/4/2019).
keluarga para pelaku datang untuk meminta perlindungan anak-anak yang jadi pelaku penganiayaan.
Ketua KPPAD Kalbar, Eka Nurhayati mengatakan bahwa para pelaku kini mengalami trauma berat akibat ancaman dari orang-orang tersebut.
"Kami didatangi pihak keluarga pelaku sejak tadi pagi, mereka datang karena ingin mengungkapkan si pelaku ini sekarang sedang dalam tekanan luar biasa," ujarnya.
Lebih lanjut, Eka menyebutkan tekanan yang dialami oleh para pelaku.
Disebutkan bahwa para pelaku sampai mendapat ancaman pembunuhan dan lain-lain secara bertubi.
"Sanksi sosialnya sampai ada yang mengancam ingin menusuk kemaluan mereka, ada yang ingin membunuh, ada yang ingin menyekap, ancaman itu bertubi-tubi mereka terima.
Jadi dalam hal ini mereka ingin meminta perlindungan yang sama," ungkapnya dikutip Surya.co.id dari Tribun Pontianak, Rabu (10/4/2019).
Eka menjelaskan kedua belah pihak yakni pelaku dan korban sama-sama berhak mendapat perlindungan dari KPPAD sesuai UU yang berlaku.
"Karena dalam UU menjelaskan bahwa pelaku juga memiliki hak dilindungi di sini, itu yang sedang kita rundingkan," ujarnya.
Eka mengatakan, terkait fakta-fakta, nanti pelaku sendiri yang akan menjawab.
"Untuk lanjutan besok akan ada trauma healing yang akan diberikan kepada pelaku, nanti sore kami akan menemui korban untuk memastikan pendampingan lanjut terkait trauma healing," tandasnya.
2. Bantah isu adanya upaya damai
Ketua Komisi Perlindungan dan Pengawasan Anak Daerah ( KPPAD) Kalimantan Barat Eka Nurhayati Ishak membantah pihaknya berupaya mendamaikan pelaku pengeroyokan siswi SMP di Kota Pontianak.
Dia menilai, anggapan yang menyebar luas di masyarakat melalui media sosial tersebut diaggap menyudutkan lembaga KPPAD Kalimantan Barat.
"Lembaga KPPAD memiliki tupoksi melakukan perlindungan dan pengawasan terhadap korban," kata Eka,
Dia menjelaskan, KPPAD Kalbar tidak akan masuk dalam ranah hukum. Apalagi melakukan upaya damai antara korban dan pelaku.
"Kami tidak bisa mengintervensi. Misalnya Ini harus damai. Enggak bisa. Kita enggak boleh seperti itu. Kita menghormati kepolisian yang bekerja sesuai tupoksi mereka," ucapnya.
Menurut dia, setiap keputusan yang akan diambil terkait penanganan selanjutnya diserahkan sepenuhnya kepada pihak korban.
Dia menceritakan, KPPAD Kalbar menerima pengaduan korban pada Kamis (5/4/2019). Sehari sebelum korban membuat laporan ke Polsek Pontianak Selatan.
Di Mapolsek, sebenarnya sudah dilakukan mediasi. Namun keberadaan KPPAD adalah mendampingi korban. Bukan memfasilitasi mediasi tersebut.
Dia minta kepada seluruh masyarakat untuk tidak menyeret-nyeret lembaga KPPAD untuk kepentingan pribadi atau kelompok, berkaitan dengan kasus tersebut.
Sebelumnya, KPPAD Kalbar melaporkan akun Twiitter Ziana Fazura (@zianafazura) ke Polda Kalbar, Selasa (9/4/2019).
Laporan itu terkait unggahan akun tersebut, yang mengomentari peristiwa pengeroyokan pelajar Sekolah Menengah Pertama (SMP) di Kota Pontianak.
Unggahan dengan tagar #JusticeForAudrey itu, diduga memancing reaksi warganet untuk memberikan komentar yang kemudian menyudutkan nama lembaga KPPAD Kalbar.
Para siswi SMA itu meminta maaf kepada korban dan menyatakan bahwa mereka tidak melakukan pengeroyokan, namun perkelahian dilakukan satu lawan satu.
Pengakuan 7 siswi SMA dalam kasus Audrey disampaikan di Mapolresta Pontianak, Jalan Johan Idrus, Pontianak, Kalimantan Barat, Rabu (10/4/2019) petang WIB.
Mereka didampingi Komisi Perlindungan dan Pengawasan Anak Daerah ( KPPAD) Kalimantan Barat (Kalbar).
Ketujuh orang tersebut secara bergiliran menyampaikan permintaan maaf kepada korban dan keluarga korban serta mengaku tidak melakukan pengeroyokan, namun perkelahian dilakukan satu lawan satu.
4. Pelaku Utama Tiga Orang
Pelaku utama dalam kasus penganiayaan terhadap siswi SMP Pontianak, berjumlah tiga orang.
Ketiganya merupakan siswi dari sekolah berbeda di Kota Pontianak, Kalimantan Barat (Kalbar).
"Menurut pengakuan korban pelaku utama itu ada tiga. Ini semua anak SMA yang berada di Kota Pontianak," kata Ketua KPPAD Kalbar, Eka Nurhayati Ishak, kepada Tribun Pontianak
Menurut Eka, ketiganya ini yang melakukan pemukulan terhadap korban yang mengakibatkan Au muntah dan harus menjalani perawatan di rumah sakit.
Kasat Reskrim Polresta Pontianak, Kompol Muhammad Husni Ramli mengatakan, dari hasil pemeriksaan sementara pihaknya, terduga pelaku pengeroyokan mengarah ke tiga orang.
Terduga pelaku memiliki peran berbeda.
Ketiga terduga adalah E, T, dan L. Sementara D yang menjemput korban menuju rumah P.
Kasat Reskrim Kompol Husni menjelaskan, dari rumah P, korban Au keluar menggunakan roda dua dan diikuti dua sepeda motor yang pengendaranya tidak dikenal korban.
Setelah sampai di Jalan Sulawesi, korban dicegat.
Tiba-tiba dari arah belakang, terduga pelaku, T menyiram air dan menarik rambut korban sehingga terjatuh.
Setelah korban terjatuh, saudari E menginjak perut korban dan membenturkan kepala korban ke aspal.
Setelah itu, korban melarikan diri bersama P menggunakan sepeda motor.
Namun korban dicegat kembali oleh saudari T dan saudari L di Taman Akcaya yang tidak jauh dari TKP pertama.
Setelah itu, korban dipiting oleh T. Selanjutnya L menendang pada bagian perut korban.
Namun saat kejadian itu dilihat warga sekitar, sehingga pelaku melarikan diri.
Kasat Reskrim Polresta Pontianak, Kompol Muhammad Husni Ramli mengatakan, pihaknya masih terus mengumpulkan keterangan saksi-saksi.
Selain itu, pihaknya juga berkoordinasi dengan rumah sakit terkait rekam medis dari korban.
Kasat Reskrim mengatakan, setelah mendapat pengaduan orangtua korban selanjutnya dilakukan visum terhadap korban.
Korban saat ini tengah menjalani perawatan intensif di rumah sakit setelah kejadian ini.
Au menjalani serangkaian rontgen untuk pemeriksaan tengkorak kepala dan dada untuk mengetahui trauma yang diakibatkan pengeroyokan tersebut.
5. Presiden Jokowi Angkat Bicara
Presiden Jokowi ternyata memantau kasus penganiayaan yang menimpa Audrey (14), siswi SMP di Pontianak, Kalimantan Barat yang kini menjadi sorotan dunia.
Terlebih belakangan munculnya tagar #JusticeForAudrey. Atas kasus ini, Jokowi meminta pihak Polri tegas mengusut kasus ini sesuai dengan prosedur hukum yang berlaku.
"Saya sudah perintahkan kepada Kapolri untuk tegas menangani ini sesuai prosedur hukum, tegas dan bijaksana," papar Jokowi saat ditemui di Stadion Tenis Indoor, GBK, Senayan, Jakarta Pusat, Rabu (10/4/2019).
Lanjut Jokowi juga merasa sedih dan berduka atas penganiayaan itu.
Menurutnya masalah ini berkaitan dengan pola interaksi sosial antarmasyarakat yang sudah berubah lewat media sosial.
"Ini Karena pola interaksi yang sudah berubah sehingga orang tua, guru, masyarakat, itu juga bersama-sama merespons perubahan yang ada, meluruskan hal yang tidak betul di lapangan.
Ini harus disikapi bersama-sama, karena ada sebuah pergeseran, masa transisi, pola interaksi sosial antarmasyarakat yang berubah karena keterbukaan media sosial," tambahnya.
6. Tiga Siswi SMA Pengeroyok Audrey Jadi Tersangka
Polres Pontianak resmi menetapkan tiga siswi SMA Pontianak pelaku pengeroyokan Audrey sebagai tersangka, Rabu (10/4/2019).
Ketiga pelaku di antaranya yakni, FZ alias LL (17), TR alias AR (17), dan NB alias EC (17).
Penetapan tiga tersangka itu dilakukan setelah penyidik memeriksa sejumlah saksi dan meneriam hasil rekam medis dari Rumah Sakit Pro Medika Pontianak.
"Dalam pemeriksaan terhadap pelaku, mereka juga mengakui perbuatannya menganiaya korban," kata Kapolresta Pontianak Kombes Pol Anwar nasir dikutip dari Kompas.com.
Menurut dia, ketiga tersangka dikenakan Pasal 80 Ayat 1 Undang-undang tentang Perlindungan Anak dengan ancaman hukuman penjara tiga tahun enam bulan.
"Kategori penganiayaan ringan sesuai dengan hasil visum yang dikeluarkan hari ini oleh Rumah Sakit Pro Medika Pontianak," ujarnya.
Dia menjelaskan, penganiayaan yang dilalukan pelaku tidak secara bersama-sama.
Tetapi bergiliran satu per satu di dua tempat berbeda.
"Sehingga sesuai dengan sistem peradilan anak, bahwa ancaman hukuman di bawah 7 tahun akan dilakukan diversi," ungkapnya.
Selain itu, dalam setiap pemeriksaan, korban maupun pelaku juga didampingi orangtua, Bapas Pontianak dan KPPAD Kalbar.
"Kami tetap bekerja sama dengan lembaga perlindungan anak, baik korban maupun tersangka, kami atensi untuk melakukan perlindungan," ucapnya.
Hasil visum siswi SMP Pontianak korban pengeroyokan disampaikan Kapolresta Pontianak, Kombes M Anwar Nasir, Rabu (10/4/2019).
Menurut Kapolresta, hasil pemeriksaan visum dikeluarkan Rumah Sakit Pro Medika Pontianak, hari ini, Rabu 10 April 2019.
M Anwar Nasir mengatakan, dari hasil visum diketahui jika tak ada bengkak di kepala korban.
Kondisi mata korban juga tidak ditemukan memar.
Penglihatan korban juga normal.
Lebih lanjut Kapolresta mengatakan, untuk telinga, hidung, tenggorokan (THT) tidak ditemukan darah.
"Kemudian dada tampak simetris tak ada memar atau bengkak, jantung dan paru dalam kondisi normal," katanya.
Kondisi perut korban, sesuai hasil visum tidak ditemukan memar.
Bekas luka juga tidak ditemukan.
"Kemudian organ dalam, tidak ada pembesaran," jelasnya.
Selanjutnya Kapolresta menyampaikan hasil visum alat kelamin korban.
Menurut Kapolresta, selaput dara tidak tampak luka robek atu memar.
Anwar mengulangi pernyataannya terkait hal ini.
"Saya ulangi, alat kelamin selaput dara tidak tampak luka robek atu memar," katanya.
Hasil visum juga menunjukkan kulit tidak ada memar, lebam ataupun bekas luka.
"Hasil diagnosa dan terapi pasien, diagnosa awal depresi pasca trauma," ungkap Kapolresta.
8. Audrey masih ketakutan dan tak bisa tidur
Ibunda Audrey dirundung kesedihan mendalam karena melihat sang anak kini didera depresi dan trumatik yang cukup berat.
Melansir TribunnewsBogor.com dari Kompas TV Pontianak ibunda Audrey yang merupakan korban dugaan penganiayaan mengabarkan kondisi terkini putrinya.
Terlihat dari tayangan tersebut, Audrey saat ini tengah menjalani perawatan intensif di rumah sakit setempat.
Menurut pengakuan ibunda korban, saat ini anaknya terlihat semakin depresi dan tertekan akibat penganiayaan yang ia alami.
"Sementara kondisi anak saya karena baru berani bicara dia dianiaya itu, sekarang semakin depresi tertekan traumatik psikisnya sudah terkena," ungkap ibunda korban.
Tidak hanya depresi, ibunda Audrey juga mengungkap bahwa sang putri mengalami kesulitan tidur karena kerap bermimpi buruk.
Saking buruknya ingatan korban tentang kejadian tersebut, ia kerap berteriak ketakutan hingga menangis.
"Tadi juga sudah dikontrol oleh psikiaternya ibu Jojor, bahwa AU ini tidak bisa tidur.
Dia itu selalu terbangun, terbangun dan teriak ketakutan.
Dia ini tingkat stress-nya sudah trauma ya karena dia juga anak kecil," pungkas sang ibunda.
Terkait kasus tersebut, kuasa hukum keluarga korban, Fety Rahma Wardani menyatakan pihak keluarga menolak perdamaian.
"Saat ini hukum tetap berjalan, prosesnya akan berlanjut ke jenjang yang lebih tinggi pengadilan. Tidak ada kata damai," ucap Fety Rahma kepada awak media.
Lebih lanjut lagi hal ini dilakukan oleh pihak keluarga lantaran ingin memberikan efek jera kepada para pelaku.
Terlebih lagi ketika mediasi yang dilakukan sebelumnya antara pihak korban dan pelaku dinilai gagal dan tak menghasilkan apapun.
"Karena media yang pertama kita gagal, kalau ada mediasi lagi, kita tak kan mediasi. Kasus ini tetap akan kita lanjutkan," pungkas kuasa hukum keluarga korban.
9. Reaksi Tak Terkendali Jerinx
Reaksi tak terkendali diungkapkan musisi Jerinx Superman Is Dead (SID) saat para siswi pengeroyok Audrey memposting video Boomerang di kantor polisi.
Jerink menyerukan agar rumah orangtua siswi yang mengeroyok Audrey di Pontianak, Kalimantan Barat (Kalbar) dibakar kalau mereka melindungi anaknya.
Jerinx meminta pihak kepolisian untuk menyita ponsel para pelaku, dan menjadikan bukti yang memberatkan pelaku di pengadilan.
Bahkan menurut Jerinx, bila keluarga pelaku merasa keberatan dan melawan, ia mengajak untuk ramai-ramai ke Pontianak dan membakar rumahnya.
Di akun Twitternya, Jerinx memposting screen shoot judul artikel mengenai kasus tersebut.
Pada artikel itu ditulis judul "Seolah Tak Merasa Bersalah, Pelaku Pengeroyok Siswi SMP di Pontianak Malah Bikin Boomerang di Kantor Polisi"
Hal itu tampaknya menyulut emosi Jerinx yang kerap vokal menyuarakan pendapatnya.
Ia pun meminta polisi segera menyita semua ponsel milik para pelaku.
Jerinx juga menyarankan agar foto atau video mereka itu dijadikan alat bukti di persidangan.
Ia juga siap berhadapan dengan orangtua pelaku jika melawan hukum.
"Pisau bermata dua social media.
Baiknya polisi segera sita semua HP tersangka, pakai video/foto mereka yg pamerkan perasaan tak bersalah sbg alat utk MEMBERATKAN hukumannya di penjara nanti.
Jika orang tuanya melawan, kita ramai-ramai ke Pontianak bakar semua rumah mewahnya!," tulis Jerinx, Rabu (10/4/2019).
Tak hanya itu, Jerinx juga tampaknya geram dengan pernyataan KPPAD Kalbar yang berharap agar kasus tersebut bisa diselesaikan secara kekeluargaan.
Sebab, para pelaku menurutnya masih di bawah umur.
Hal itu pun membuat Jerinx murka.
"Ada yg tahu akun orang-orang KPPAD Pontianak? Yuk sikat ramai-ramai.
#JusticeForAudrey" tulisnya.
10. Hotman Paris Peringatkan Soal Hasil Visum Audrey yang Diluar Dugaan
Pengacara kondang Hotman Paris memberikan peringatan terkait hasil visum kasus penganiayaan yang menimpa siswi SMP bernama Audrey atau AU.
Peringatan Hotman Paris soal hasil visum siswi SMP tersebut disampaikannya melalui laman Instagram pribadinya @hotmanparisofficial pada Rabu (10/4/2019), tepat di hari hasil visum itu diumumkan.
Dalam vido tersebut, Hotman Paris tampak memperingatkan agar setiap pihak berhati-hati dengan visum.
Hotman Paris hanya menegaskan, hasil visum tersebut menentukan nasib keberlanjutan kasus Audrey yang dikeroyok oleh 12 siswi SMA di Pontianak.
"Hati-hati visum, takutnya ada yang bla bla bla karena visum menentukan nasib kasus," tegas Hotman Paris.
Hotman Paris mengatakan, hasil visum berperan penting ketika pihak-pihak yang terduga terlibat diperiksa dalam penyelidikan oleh polisi.
Untuk itu, ia kembali menegaskan pentingnya hasil visum tersebut.
Tak hanya itu, Hotman Paris juga mengaku telah berbicara dengan kakek Audrey, korban pengeroyokan oleh 12 siswi SMA di Pontianak.
Dalam obrolan tersebut, Hotman Paris menceritakan, kakek Audrey menegaskan sang cucu merasakan kesakitan di area tubuh tertentu saat diperiksa di rumah sakit.
"Saya sudah berbicara via telepon dengan kakek Audrey. Kakek Audrey mengakui cucunya mengalami keluhan di bagian tertentu saat cek di rumah sakit," ucap Hotman Paris.
Adanya pengakuan kakek Audrey itu membuat Hotman Paris memperingatkan kembali kepada para terduga pelaku.
Hotman Paris bahkan dengan tegas mengatakan, terduga pelaku penganiayaan siswi SMP di Pontianak itu harus mendapatkan hukuman minimal 5 tahun penjara.
"Hati-hati apapun namanya ini sudah penganiayaan dan terduga pelaku minimun mendapatkan hukuman 5 tahun penjara. Harus disidik dan ditahan dalam waktu dekat," tegas Hotman Paris
Berikut Video Pengakuan oara tersangka penganiayaan aurey yang sedang viral
Tidak ada komentar:
Posting Komentar